PRIMORDIALISME TOKOH WAKHID DAN SANTOSA
DALAM CERITA
BERSAMBUNG
“KAYA
KENTHANG GINAWE RAWON” KARYA
IMAM HIDAYAT
(Sebuah
Tinjauan Sosiologi Sastra)
Wacana
SKRIPSI
Disusun
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan
Sastra Daerah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa
Universitas
Sebelas Maret
Disusun
oleh :
Restu
Sidiq Arga Maulana
C0111025
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Karya
sastra diciptakan pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan banyak
orang. Adapun tujuannya diciptakan karya satra menurut Melani Budianata yaitu
sastra menghibur dengan cara menyajikan keindahan, memberikan makan terhadap
kehidupan (kematian, kensengsaraan, maupun kesenangan), atau memberikan
pelepasan kedunia imajinasi (2006: 9). Karya sastra bersifat imajinatif atau
fiktif, yaitu suatu cerita rekaan yang berangkat dari daya khayal kreatif
manusia. Sesuatu yang bersifat imajinatif boleh jadi terjadi dalam kehidupan
nyata, karena bagaimanapun juga karya satra merupakan refleksi kehidupan
manusia.
Karya
sastra berbentuk rekaan yang dikemas dalam bentuk novel, cerita pendek, ceita
bersambung dan lain-lain, memiliki struktur yang membangun cerita tema, alur,
penokohan, seting, dan manat. Semua unsur tersebut disebut unsur intrinsik
dalam suatu karya sastra. Melalui unsur intrinsik kita akan lebih mudah
memahami jalannya cerita serta menangkap apa yang ingin disampaikan atau
dipaparkan pengarang dalam suatu cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur
luar karya sastra yang meliputi sisi kehidupan pengarang atau kondisi sosial
budaya masyarakat sehingga dapat terciptanya suatu karya sastra. Pemahaman
unsur ekstrisik suatu karya sastra bagaimanapun, akan membantu dalam hal
pemahaman makna karya tersebut. (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 24).
Menginggat
bahwa karya sastra tidak muncul dari situasi kekosongan budaya (Teeuw,
1980:11). Pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra mengekspresikan diri
dengan menuangkan emosi perasaan melalui sebuah tulisan dengan proses
imajinasi. Kekuatan karya sastra dapat dilihat dan dimengerti seberapa jauh
pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu kedalam
sebuah cipta sastra. Membaca sebuah karya satra rekaan berarti menikmati
cerita, menghibur diri untuk mendapatkan kepuasan tersendiri entah itu kepuasan
batin ataupun pikiran.
Sastra
merupakan bagian intergral budaya. Pada dasarnya, masyarakat itu sendiri yang
memberI makna terhadap sastra, bukan sebaliknya. Sastra juga merupakan bagian
kesenian, sedangkan kesenian sendiri merupakan bagian dari budaya. Artinya,
sebagai bagian budaya secara keseluruhan, manfaat karya seni diperoleh dengan
menikmati unsur-unsur keindahan. Karya seni juga memberi informasi dalam
berbagai bentuk, seperti adat istiadat, konflik sosial, pola-pola perilaku, dan
sejarah. Telah banyak
karya-karya sastra Jawa modern yang dapat dinikmati seperti novel, cerkak,
cerita bersambung dan geguritan.
Cerkak dan cerbung bahasa Jawa pada umumnya dimuat di dalam surat kabar dan
majalah, cerbung merupakan Cerita pendek atau sering disingkat
sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita
pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya
fiksi yang lebih panjang (Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 10). Telah banyak
karya-karya satra Jawa yang berupa cerbung yang dihasilkan pengarang Jawa salah
satunya adalah cerbung yang berjudul Kaya
Kenthang Ginawe Rawon karya Imam Hidayat.
Imam
Hidayat termasuk pengarang yang produktif. Banyak karya-karya sastra yang dimuat dalam berbagai media cetak seperti
majalah berbahasa Jawa dan media cetak berbahasa Indonesia seperti majalah
Jayabaya, Panjebar Semangat, dan lain-lainnya. Karya-karyanya berupa cerkak,
artikel, cerkak atau cerpen, cerbung puisi atau geguritan, serta karangan-karangan lainnya yang
berkaitan dengan bidang kasusastran Jawa. Salah satu karyanya adalah
cerbung Kaya Kenthang Ginawe Rawon yang diterbitkan oleh Jaya Baya edisi
No.21 pada bulan Januari 2014.
Cerbung
yang berjudul Kaya Kenthang Ginawe Rawon karya
Imam Hidayat menceritakan tentang
kehidupan orang Jawa yang mengadu nasip diperantauan dan mempunyai pendirian
yang kuat dan teguh walaupun dihadapkan dengan permasalahan dan realita hidup
orang Jawa. Cerbung Kaya Kenthang Ginawe
Rawon ini termasuk karya sastra resepsi.
Tokoh utama dalam novel tersebut adalah seorang pria dan keluarga besar
yang berada di sebuah perantauan. Cerbung Kaya
Kenthang Ginawe Rawon bercerita mengenai seorang pria yang selalu berpegang
teguh pada prinsip serta memiliki paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa
sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala
sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya
cerbung ini memiliki problem yang betentangan degan apa yang menjadi
pedoman pertamanya sehingga memaksa untuk meninggalkan apa yang menjadi pedoman
awalnya. Cerbung Kaya Kenthang Ginawe Rawon dapat dikatakan karya fiksi modern
yang menggambarkan kehidupan masyarakat.
Fiksi
modern berbeda dengan tradisi sastra yang lama, yang cenderung bersifat
moralistik dan yang member tahu masyarakat tentang bagaimana manusia harus
hidup. Karya fiksi modern yang serius, menggambarkan bagaimana kehidupan modern
dijalani, sekurang-kurangnya menurut pandangan pengarang (Niles Mulder dalam
Maria A. Sadjono, 2005: 30). Karya fiksi modern merupakan karya satra yang
dibuat bedasarkan kreativitas pengarang, pengarang dapat menyiasati berbagai
masalah kehidupan. Karya fiksi juga dapat diartikan sebagai cerita rekaan.
Cerbung
Kaya Kenthang Ginawe Rawon mengungkapkan persoalan kebudayaan Jawa yang masih
dipakai dan diterapkan oleh orang Jawa, malah perhitungan Jawa, Adat pernikahan
dan sebagainya masih sangat terasa dalam cerbung ini. Cerbug Kaya Kenthang
Ginawe Rawon menarik untuk dijadikan objek penelitian ditinjau dari aspek
sosiologis sastra karena banyak menyoroti kehidupan masyarakat Jawa yang peuh
diselimuti oleh problem atau persoalan hidup dalam lingkungannya. Kemudian
penelitian ini diberi judul: “Primordialisme Tokoh Wakid dan Santosa” dalam
Cerbung Kaya Kenthang Ginawe Rawon
(Sebuah Pendekatan Sosiologis Sastra)”.